Narasi Desain dan Seni dalam Ruang

Stella Mailoa

Sebuah karya desain dan karya seni biasanya dimulai dengan sebuah narasi. Seorang seniman dan desainer menceritakan narasi desain dan seni mereka lewat medium yang berbeda. Seniman bercerita lewat karya seni seperti lukisan, patung, literatur, dan lain sebagainya. Di sisi lain, seorang desainer, khususnya desainer interior, bertutur lewat sebuah ruangan. 

Apa jadinya jika desain dan karya seni berada di dalam satu ruangan? Narasi seperti apa yang mereka ceritakan kepada orang yang berada di dalamnya? Desainer interior Alex Bayusaputro dan kurator independen Rifky Goro Effendy berdiskusi tentang hal ini dalam sebuah webinar berjudul Narrating Beauty

Webinar ini termasuk dalam rangkaian festival desain interior virtual, Mayantara Jak.ID. Festival ini merupakan hasil kerjasama Mayantara, penggagas festival desain virtual, dengan HDII DKI Jakarta. Digelar pada hari pertama, webinar yang diikuti oleh 123 peserta ini turut dimoderatori oleh Ariya Sradha, Founder dan Principal Tata Wastu Asia. Selain itu, Rina Renville, Chairperson HDII DKI Jakarta juga hadir sebagai panelis diskusi. 

Menyusun Konsep Desain Interior

Alex Bayu membuka diskusi dengan menjelaskan proses kreatif yang dilewati timnya dalam menentukan konsep sebuah desain interior. Pertama-tama ia mulai dengan mendefinisikan tujuan ruangan yang akan didesain. Setelah itu, mereka lalu memutuskan terlebih dahulu tampilan akhir yang ingin dicapai. Dengan mengetahui hasil akhir, maka akan lebih memudahkan dalam menyusun langkah-langkah untuk mencapainya.

narasi desain
Karya seni tampil jenaka sekaligus berfungsi sebagai penunjuk arah di pusat kebugaran Babel, Kuala Lumpur.

Tahap menyusun cerita sebuah desain interior lalu dilanjutkan dengan mengenal siapa orang-orang yang akan berinteraksi di dalamnya. Hal ini menjadi lebih luas ketika ruangan tersebut adalah ruang publik. Tidak hanya pemilik, tapi penggunanya pun harus dipikirkan. Langkah selanjutnya, tentu saja riset, riset, dan riset. Riset yang menyeluruh dan mendalam akan menjadi fondasi yang kuat untuk sebuah cerita atau konsep yang akan diceritakan.

narasi desain
Interpretasi Alice in Wonderland nan surealis ke dalam booth pameran Fagetti Stone.

Alex Bayu kemudian melanjutkan presentasi dengan menampilkan sejumlah karya ruang-ruang publik yang pernah dikerjakan tim Genius Loci. Tidak jarang terlihat ruangan-ruangan yang menampilkan karya seni tidak hanya sebagai pajangan, tapi sebagai elemen yang bersatu dengan interior.

narasi desain
Kolaborasi Alex Bayu dengan seorang seniman yang menampilkan karya seni yang dapat berubah tergantung pencahayaan ruangan.

Memilih Karya Seni untuk Ruang Publik

Presentasi dilanjutkan oleh kurator sekaligus pendiri Galeri Orbital Dago, Rifky Effendy yang akrab disapa Goro. Bagi Goro, narasi sebuah karya seni memang diwujudkan oleh seniman. Namun, jika diletakkan di sebuah ruang publik, maka ada banyak hal yang dapat melatarbelakangi narasi tersebut. Apalagi jika karya tersebut adalah karya commission atau dipesan khusus untuk sebuah tujuan tertentu. 

Goro melanjutkan dengan contoh ketika ia bersama tim dipercaya mengurasi karya seni untuk Bandara Internasional Soekarno Hatta Terminal 3 Ultimate. Bandara yang fungsinya sebagai salah satu pusat transportasi memiliki banyak batasan di dalam ruangannya. Sehingga, karya seni yang ditampilkan pun harus dikurasi dengan cermat.

narasi seni
Sejumlah karya yang disiapkan untuk mengisi Bandara Soekarno Hatta Terminal 3 Ultimate.

Sejumlah batasan tersebut termasuk, penempatan atau bentuk karya tidak mengganggu lalu-lintas di dalam bandara. Selain itu, karya seni juga tidak boleh mengandung unsur-unsur politik karena audiens yang akan melihatnya sangat global. Oleh karena itu menurut Goro, narasi dapat memiliki banyak makna. Dan jika ditempatkan di ruang publik, narasi sebuah karya seni dapat menciptakan narasi-narasi baru ketika direspon oleh masyarakat. Mengapa? Karena mereka memiliki latar belakang dan pengalaman hidup yang berbeda-beda. Hal ini dapat mempengaruhi sudut pandang seseorang dalam menikmati sebuah karya seni.

narasi seni
Karya Eddi Prabandono yang terinspirasi dari buntelan yang dipakai orang saat bepergian di zaman dahulu.

Karya seni dengan narasi yang berbeda-beda juga harus mampu tampil harmonis di dalam sebuah ruangan publik. Inilah yang juga ia hadapi ketika dipercaya sebagai salah satu kurator Paviliun Indonesia pada ajang bergengsi, Venice Biennale tahun 2013. Dengan tema “Sakti”, pameran ini bertujuan untuk memamerkan kekayaan budaya Indonesia, yang diinterpretasikan ke dalam konteks seni kontemporer.

narasi seni
Tampilan Paviliun Indonesia di Venice Biennale 2013 (credit: indonesiavenice.com)

Enam orang seniman yang turut serta, tampil memukau dengan karakter karya mereka masing-masing, namun tetap bersinergi satu sama lain. Albert Yonathan Setyawan, Eko Nugroho, Entang Wiharso, Rahayu Supanggah, Sri Astari, dan Titarubi tampil dalam satu panggung yang sama dalam gedung Arsenale di Venice Biennale 2013.

Seni dan Desain, Yang Mana Yang Lebih Prioritas?

Sebuah pertanyaan pun muncul, jika keduanya hadir bersamaan di dalam ruangan, yang mana yang menjadi prioritas? Narasi desain atau narasi karya seni? Jawabannya terletak pada tujuan ruangan tersebut. Apa yang ingin dicapai dalam ruangan itu? Jika karya seninya, maka yang lain harus lebih mellow menyiapkan panggung bagi karya seni tersebut. Jika konsep desainnya, maka elemen lain harus berperan sebagai pendukung.

“Seorang desainer interior itu ibarat seorang konduktor dalam sebuah pertunjukan orkestra. Ia yang menentukan yang mana yang harus loud, dan instrumen mana yang harus lebih mellow. Ini dilakukan untuk menghasilkan karya yang harmonis,” jelas Alex Bayu.

Penasaran dengan webinar-nya? Kamu bisa menonton kembali diskusinya lewat YouTube.

SHARE :
WhatsApp
Facebook
Twitter
Email
Artikel Lainnya