Pelajaran Tentang Kesederhanaan Arsitektural Brutalis dari Film “The Brutalist”

Sahiri

Menelusuri sejarah aliran arsitektur brutalis dari nomine Film Terbaik Oscar tahun ini.

Film The Brutalist merupakan salah satu film terbaik tentang kisah hidup seorang arsitek. Cerita epic mengenai seorang imigran yang bercita-cita meraih American dream, yang biasanya berarti upaya menemukan sukses di daratan asing penuh peluang yang sejak dulu telah dipopulasi oleh imigran.

Film yang dibintangi Adrien Brody ini jadi favorit untuk menang Film Terbaik dalam perhelatan Academy Awards 2025, tapi sayangnya hanya Brody yang menyabet piala sebagai Aktor Terbaik. Ini ia dapatkan untuk peran apiknya sebagai arsitek Yahudi bernama Lazlo yang kabur dari tanah kelahiran Hungaria di tengah persekusi kaum Yahudi pada Perang Dunia II.

Lazlo sendiri merupakan tokoh fiksional tetapi merupakan kombinasi dari beberapa sosok arsitek nyata yang mengikuti gaya brutalist. Judul film mengacu pada gaya arsitektural yang naik pamor pada tahun 50an. Menurut Reyner Banham, dalam artikel tentang gaya arsitektural, gaya ini pada masanya merupakan antitesis atau penolakan akan desain mewah sarat nostalgia pada dekade sebelumnya.

Gaya brutalis condong fungsional tanpa sentuhan artistik berlebihan. Yang kerap diejawantahkan sebagai bangunan sederhana dengan material yang dibiarkan apa adanya seperti dinding batu bata, lantai semen, dan pipa yang malang-melintang pada plafon.

Villa Goth di Swedia

Terma brutalis pertama dipakai oleh arsitek Swedia Hans Asplund untuk mengomentari Villa Goth, sebuah rumah asri nan sederhana ia sebut bergaya nybrutalism (“new brutalism”), yang ia uraikan lebih rinci sebagai gaya yang memberikan kesan “as found”—apa adanya tanpa hiasan.

Lantas julukan itu kian disebarluaskan oleh Reyner Banham berdasarkan karya-karya arsitektural pasangan arsitek, Alison dan Peter Smithson, asal Inggris. Mereka melekatkan gaya tersebut pada bangunan-bangunan yang direkonstruksi paska perang, yang cenderung minimalis dan fungsional.

Lahirlah Gaya Arsitektur Brutalis

Menurut beberapa pengamat, gaya ini sebetulnya sudah ada sebelumnya dan terinspirasi oleh pengaruh-pengaruh asing seperti teknik arsitektural yang umum di Prancis, “beton brut” atau raw concreta, dan “art brut” atau raw art yang mengacu pada karya seni yang dibuat oleh sosok non-seniman. Pengaruh luar lainnya juga termasuk bangkitnya gerakan sosialis di benua Eropa paska perang yang mengedepankan elemen austerity atau kesederhanaan.

Nama-nama arsitek penganut arsitektur brutalis pun bermunculan: selain pasangan Smithson, beberapa yang tersohor mendunia termasuk Erno Goldfinger asal Hungaria, Louis Kahn asal Estonia, Mies Van Der Rohe asal Jerman, dan Le Corbusier asal Prancis.

Corbusierhaus di Berlin

Tanpa disadari arsitek dan seniman Le Corbusier, salah satu pelopor gaya modern architecture, sebetulnya sudah menerapkan elemen kesederhanaan pada tiap desainnya (yang dilabeli proto-brutalist oleh pengamat arsitektural) karena dia menganggap desain yang dekoratif tiada tempatnya dalam sebuah hunian.

Bahkan dalam buku The Decorative Art of Today (1925) dia menulis, “Why call bottles, chairs, baskets and objects decorative? They are useful tools. The decor is not necessary. Art is necessary.A bit of trivia: Le Corbusier lah yang pertama menggunakan kata beton brut.

Tentunya aliran arsitektur brutalis telah berevolusi sejak komentar Le Corbusier itu. Desain Corbusier tampak lebih artistik dan elegan (seperti Villa Savoye) karena dia memang seniman, sementara konsep brutalist pada masa jayanya lebih sering diterapkan pada gedung-gedung pemerintahan, gedung pusat kebudayaan (seperti Royal National Theatre), dan bangunan-bangunan apartemen tingkat tinggi yang space-efficient (seperti Trellick Tower karya Goldfinger di London).

Trellick Tower karya Erno Goldfinger

Dalam film The Brutalist Lazlo dikomisi untuk membangun sebuah pusat komunitas megah yang memiliki beragam ruangan. Ia mengutarakan konsep desain yang ia gunakan terinspirasi oleh desain kamp konsentrasi kaum Yahudi tempat ia sempat menetap; sebuah bangunan yang tak dimungkiri membangkitkan kenangan buruk tapi yang ia amati melalui kacamata seorang arsitek sebagai bangunan yang praktis, minimalis, dan fungsional.

Konsep yang, singkat kata, brutal dalam eksekusinya.

SHARE :
WhatsApp
Facebook
Twitter
Email
Artikel Lainnya