Tiga Hal dan Tiga Karya dari Hiruk Pikuk Seni di Art Jakarta 2025

Stella Mailoa

Jika ArtJog disebut-sebut sebagai Lebaran Seni Rupa, maka Art Jakarta mungkin lebih tepat diidentifikasikan sebagai perayaan Tahun Baru Seni Rupa. Ratusan tamu undangan yang terdiri dari kolektor, seniman, kurator, pencinta seni, dan lainnya, terlihat saling bertegur sapa dan mengobrol sambil berkeliling ruang pameran utama yang diisi oleh 75 galeri (40 galeri lokal Indonesia) dari 16 negara.

Art Jakarta 2025 yang berlangsung pada 3-5 Oktober 2025 di JIExpo Kemayoran lalu mengirimkan sinyal kuat tentang sebuah ekosistem dewasa yang lahir dari konsistensi. Tidak pernah putus penyelenggaraannya (kecuali saat pandemi) sejak tahun 2009, merupakan konsistensi yang tidak main-main.

Suasana pameran di Art Jakarta 2025
Suasana pameran. Dok. Art Jakarta

Pekan seni rupa edisi keenam pasca-rebranding (dari Bazaar Art Jakarta menjadi Art Jakarta) ini bukan lagi sekadar etalase karya, melainkan sebuah titik temu dan peracikan gagasan, tempat batas-batas antara seni, investasi, teknologi, dan diplomasi budaya dilebur menjadi satu.

Posisi penting Art Jakarta di ranah seni Indonesia seakan mendapat peneguhan ketika sore pembukaannya dihadiri oleh Menteri Kebudayaan dan wakilnya, serta Menteri Ekonomi Kreatif dan wakilnya. Tidak mudah mengundang salah satunya dalam sebuah acara dan Art Jakarta kedatangan empat-empatnya sekaligus. Posisi penting lainnya, yaitu sebagai salah satu barometer utama seni rupa kontemporer di Asia, ditandai dengan kehadiran VIP collectors dari berbagai negara.

Kolaborasi Lintas Batas: Ketika Seni Bertemu Investasi dan Budaya

Salah satu narasi paling kuat di Art Jakarta 2025 adalah semakin matangnya kolaborasi antara dunia seni dengan sektor korporat. Para leading partners tidak hanya hadir sebagai logo, tetapi sebagai inisiator wacana yang karyanya melahirkan dialog.

Bibit & Agus Suwage: Lembaga keuangan lainnya, Bibit menghadirkan Portrait of Possibilities karya seniman ternama Agus Suwage. Menampilkan 60 karya potret diri sang seniman yang mengeksplor kondisi sosial di masyarakat. Karya ini merupakan perpanjangan dari karya Potret Diri dan Panggung Sandiwara yang sudah dibuat Agus sejak tahun 2019.

Karya Agus Suwage untuk Bibit di Art Jakarta 2025
Agus Suwage – Portrait of Possibilities

Julius Baer & Eddie Hara: Melanjutkan kemitraan untuk tahun keempat, Julius Baer berkolaborasi dengan seniman Indonesia yang berbasis di Swiss, Eddie Hara. Pilihan ini sangat simbolis; karya-karya Eddie Hara yang khas dan dinamis mencerminkan dialog antarbudaya yang sarat makna, merepresentasikan akar Julius Baer dari Swiss sekaligus kehadirannya yang mengakar di Asia.

Treasury & Azizi Al Majid/Nuri Fatimah: Melalui “Treasury Art Prize Jakarta 2025”, Treasury menjembatani dunia investasi emas digital dengan dunia kreatif. Karya Reserve of Care dari pasangan Azizi Al Majid dan Nuri Fatimah mengajak kita melakukan refleksi akan ‘nilai’ yang bisa dipersiapkan untuk masa depan, tidak melulu nilai material, tapi juga makna sebagai bekal.

BCA & Muklay: Selain menawarkan berbagai promo pembayaran, BCA berkolaborasi dengan Muklay menghadirkan “Petualangan Si Jabrik di Dunia myBCA”. Si Jabrik, karakter ikonis kreasi Muklay yang playful dan dekat dengan kultur urban, memperkenalkan myBCA dengan cara yang artistik, personal, dan relevan bagi generasi visual-digital.

Booth BCA di Art Jakarta 2025

Serbuan Suara Baru dari Korea dan Indonesia

Salah satu segmen Art Jakarta, AJX, memberi ruang untuk kolaborasi dengan berbagai lembaga dan perusahaan. Tahun ini ada tiga program, Korea Focus, MTN Seni Budaya, dan Natta-Cita Art Space. Korea Focus didukung oleh Korean Ministry of Culture, Sports and Tourism, dan Korea Arts Management Service, menampilkan 12 galeri dari Korea Selatan. Ini bukan sekadar pertukaran budaya biasa, melainkan sebuah presentasi terkonsentrasi yang memberikan pengunjung kesempatan untuk menyelami perkembangan artistik dari salah satu kancah seni paling dinamis di Asia.

Korea Focus di Art Jakarta 2025
Dok. Instagram @outhouse.seoul

MTN (Manajemen Talenta Nasional) Seni Budaya merupakan program strategis nasional dari Kementerian Kebudayaan yang bertujuan untuk memupuk bakat Indonesia. Pamerannya di Art Jakarta 2025 bertajuk Arus Baru, memamerkan karya enam orang seniman: Dzikra Afifah, Iwan Yusuf, Mariam Sofrina, Natasha Tontey, Syaiful Garibaldi, dan Uji Hahan Handoko, yang dikurasi oleh Agung Hujatnika.

Karya Iwan Yusuf di Art Jakarta 2025
Iwan Yusuf – salah satu instalasi dari pameran Tujuh Layar Menyisir Langit.

Pada saat yang sama, Art Jakarta 2025 juga melihat ke dalam dengan kolaborasi bersama Natta-Cita Art Space (N-CAS) dari ISI Bali. Kehadiran NCAS membawa warna seni rupa kontemporer Bali ke panggung nasional, menunjukkan kekayaan dan keragaman praktik seni di Indonesia yang tidak selalu terpusat di Jakarta atau Yogyakarta.

pameran NCAS di Art Jakarta 2025

Kebangkitan Kolektif dan Ruang Alternatif

Di luar galeri-galeri mapan, vitalitas sesungguhnya dari sebuah ekosistem seni seringkali terlihat di denyut nadi komunitasnya. Art Jakarta 2025 menangkap energi ini melalui segmen SCENE, sebuah platform bagi kelompok dan kolektif seniman untuk memamerkan proyek inovatif mereka.

Tahun ini, SCENE diramaikan oleh 33 peserta dari berbagai kota, sebuah bukti nyata hidup dan beragamnya praktik seni. Ini adalah pengingat penting bahwa masa depan seni rupa tidak hanya dibentuk di ruang pamer yang megah, tetapi juga di studio-studio kolektif dan ruang-ruang alternatif yang tersebar di seluruh nusantara.

Dok. Art Jakarta

Sorotan Karya: Suara Seniman di Balik Karya

Di samping mengamati tiga tren tadi, kami juga bertemu dan mengobrol dengan tiga orang seniman yang memamerkan format karya yang berbeda-beda. Aditya Novali dengan instalasinya, Mella Jaarsma dengan karya performans, serta Ni Nyoman Sani dengan lukisannya yang didominasi warna putih. Seperti apa cerita di balik karya masing-masing?

Aditya Novali – Object Permanence (Intro)

Aditya Novali melalui ROH Projects mempersembahkan sebuah instalasi monumental, menjulang setinggi 5 meter yang sarat dengan memori personal dan perenungan filosofis. Karya ini, menurutnya, adalah pembuka dari proyek yang lebih besar yang menelusuri pertanyaan apakah sebuah barang kehilangan makna ketika kehilangan fungsi. Judulnya merujuk pada istilah psikologi ketika seorang anak mulai paham bahwa objek tetap ada meski tak tertangkap panca indra.

Dok. Instagram @rohpojects

Karya ini menggunakan fragmen asli dari lemari dan meja rias peninggalan neneknya, yang diperkirakan dibuat sekitar tahun 1930-an dengan elemen desain Art Deco Oriental. “Awalnya ini adalah tempat untuk menyimpan sesuatu, tapi dengan berjalannya waktu dia berubah menjadi tempat untuk menyimpan cerita,” jelas seniman kelahiran Solo ini.

Aditya sengaja memperbesar tiga material asli—kayu, besi, dan cermin (yang direfleksikan dengan stainless steel)—untuk menunjukkan kerapuhan material dalam melawan zaman, sekaligus sebagai pengingat tentang bagaimana kita harus terus beradaptasi dan bertahan menghadapi perubahan. Struktur karya yang seolah terbalik, dengan bagian bawah yang menopang justru terlihat rapuh, adalah refleksi dari sebuah resiliensi: “terkadang dia terlihat rapuh tapi sebetulnya dia kuat.”

Mella Jaarsma – Kakies on a Broken Floor

Mella Jaarsma membawa pengunjung untuk mundur sejenak menapaki jejak sejarah. “Untuk maju kita harus mundur dulu, idenya,” ujarnya saat ditemui di booth Baik Art Gallery. Karyanya, Kakies on a Broken Floor, terinspirasi dari buku “Jejak Langkah” karya Pramoedya Ananta Toer. Ia menyoroti isu kekerasan dan rasisme di zaman kolonial, ketika karakter Minke dipaksa memakai baju Jawa dan tidak boleh mengenakan sepatu untuk masuk ke kelas di sekolah Stovia.

Kakies” sendiri adalah istilah dalam bahasa Belanda untuk kaki telanjang. Selama pameran, Mella secara performatif mencetak motif retakan lantai (broken floor) pada kain sepanjang 10 meter per hari, menghasilkan total 30 meter. Uniknya, karya ini dijual per meter dan bisa langsung dipotong di tempat. “Karena ini art fair, jadi aku merasa lucu, jadi kayak jualan,” ungkapnya. Bagi Mella, penting untuk terus belajar dari masa lalu agar banyak hal tidak terulang lagi.

Ni Nyoman Sani – The Land

Ketenangan yang mendalam terpancar dari karya Ni Nyoman Sani yang berjudul The Land di Jagad Gallery. Lukisan berukuran 2×3 meter ini ia maknai sebagai “tubuh yang settle, yang sudah mengalami beragam peristiwa”. Warna putih yang dominan menjadi simbol dari sebuah ketenangan, sebuah kondisi ketika segala “keriuhan dari luar diri” diserap oleh tubuh untuk kemudian disaring kembali. “Ketika kita menyaring ini, kita akan menemui satu ketenangan itu,” tuturnya.

Proses pembuatan karya ini sendiri adalah sebuah meditasi yang memakan waktu kurang lebih dua setengah tahun. Teknik pelapisan (layering) yang bertahap, dengan setiap lapisan harus ditunggu hingga kering sempurna sebelum ditimpa lapisan berikutnya, menjadi bagian tak terpisahkan dari makna karya. Proses panjang ini merefleksikan usahanya untuk tetap fokus dan menjaga kondisi batin demi mencapai ketenangan yang ia tuangkan di atas kanvas.

Proyeksi Art Jakarta ke Depan

Art Jakarta 2025 akan dikenang bukan hanya sebagai acara yang sukses secara komersial, tetapi sebagai sebuah titik balik. Ia menunjukkan sebuah ekosistem yang semakin percaya diri, ketika kolaborasi lintas sektor tidak lagi canggung, ketika dialog antara suara global dan lokal menemukan keseimbangannya, dan ketika kritik serta eksperimen diberi ruang yang sama terhormatnya dengan karya-karya maestro.

Di sisi lain, Art Jakarta juga terus berinovasi. Inisiatif masa depan seperti Art Jakarta Papers 2026, yang akan berfokus pada karya berbasis kertas, menandai bahwa ekosistem ini tidak hanya tumbuh dalam skala, tetapi juga dalam kedalaman dan spesialisasi. Art Jakarta telah berhasil menjadi cerminan semangat kolaboratif, sekaligus pendorong utama bagi arah baru seni rupa di kawasan ini.

Dok. Art Jakarta

Bagaimana menurut kamu? Karya atau tren mana yang paling menarik perhatian kamu di Art Jakarta 2025? Untuk ulasan mendalam lainnya seputar dunia seni rupa, ikuti kami di Instagram dan jelajahi artikel kami yang lain di sini.

SHARE :
WhatsApp
Facebook
Twitter
Email
Artikel Lainnya