Galeri Nasional Indonesia (GNI) kembali menyelenggarakan pameran seni rupa yang berlangsung mulai tanggal 15 Oktober hingga 11 November. Pameran ini memamerkan lima puluh lebih koleksi negara dari seniman ternama yang dikurasi oleh Teguh Margono dan Alam Wisesha. Bukan hanya karya lukisan yang dipamerkan, tetapi ada juga instalasi yang sudah berusia belasan tahun.
Tema pada pameran kali ini “Flâneur: Kembara Lintas Dunia”. Kata flâneur sendiri diambil dari bahasa Prancis yang artinya jalan-jalan. Jadi, pameran ini mengangkat kisah para perupa Indonesia yang melakukan perjalanan ke belahan dunia dengan membawa nilai-nilai dan identitas asli mereka di kancah seni rupa Internasional.
Pameran ini terbagi menjadi empat sub tema yaitu Migrasi: Pendidikan, Petualangan, dan Diaspora, Representasi di Panggung Global, Seni Lintas Kultural, dan terakhir Identitas Lokal dalam Dialog Global.
Sub tema pertama akan dimulai dengan Migrasi: Pendidikan, Petualangan, dan Diaspora. Terdiri dari beberapa lukisan dari para perupa ternama, salah satunya lukisan Raden Saleh Kapal Tenggelam. Lukisan yang cukup mengundang kontroversial pada saat itu, muncul dua keyakinan berbeda saat melihat lukisannya yaitu sebagian orang menganggap beliau mendukung Belanda, tetapi sebagian lagi menilai bahwa beliau mempunyai sisi nasionalisme pada dirinya.
Sub tema kedua dilanjutkan dengan Representasi di Panggung Global, dimana koleksi-koleksi karyanya sudah lebih dulu dipamerkan di luar negeri. Termasuk karya dari seniman S. Sudjojono, Henk Ngantung, Basuki Resobowo, dan Hendra Gunawan yang berhasil dipamerkan di Moskow dan Peking.
Seni Lintas Kultural sebagai sub tema ketiga, karya yang sudah pernah ditampilkan pada pameran Indonesia di luar negeri beberapa tahun lalu melalui inisiatif diplomasi budaya. Lukisan yang ditampilkan ada dari seniman Harijadi Sumodidjojo Potret Diri tahun 1962 berukuran 120 × 90 cm. Dan ada lukisan dari Sindudarsono Sudjojono yang berjudul Istriku (Ibu Menjahit) dengan ukuran 71 × 55,5 cm.
Masuk ke sub tema terakhir yaitu Identitas Lokal dalam Dialog Global, bagian ini cukup banyak menampilkan instalasi daripada lukisan. Koleksi karya yang dipamerkan berkaitan dengan pengaruh lokal, tradisi, dan masalah sosial hingga diberi julukan oleh kritikus Barat sebagai “seni rupa marjinal.”
Karena saat itu karyanya dianggap tidak mengikuti standar universal. Awal masuk di ruangan ini akan melihat instalasi dari Krisna Murti yang berjudul Belajar Antri Kepada Semut dibuat dari tahun 1996. Instalasi ini menunjukkan seekor singa yang sedang menonton semut di televisi. Pesan yang ingin disampaikan ke pengunjung adalah singa sebagai makhluk buas saja belajar antre dari semut.
Selain melihat koleksi negara, kita juga bisa melakukan aktivitas menyenangkan di Ruang Aktivitas Anak dan Keluarga (RAK). Tempat ini dipandu oleh dua komunitas yaitu KamiSketsa GalNas dan SeniNGrafis, komunitas yang dibesarkan di Galeri Nasional.
KamiSketsa GalNas ada beberapa aktivitas menarik yang bisa dilakukan seperti melukis di genting dan melihat proses mengolah kertas bekas. Begitu juga dengan SeniNGrafis yang menyuguhkan kegiatan melukis menggunakan media sayur, buah, pelapah, dan ranting. Kedua komunitas itu memberikan tempat yang nyaman dengan suasana tenang.
Pameran Flâneur: Kembara Lintas Dunia bisa langsung dinikmati di Gedung A Galeri Nasional Indonesia, Jakarta Selatan. Ruang Aktivitas Anak dan Keluarga (RAK) berlokasi di Gedung D Galeri Nasional Indonesia, hanya berlangsung dari tanggal 15 Oktober sampai 3 November. Namun sebelum berkunjung, jangan lupa beli untuk beli tiket. Kategori anak usia 3-12 tahun Rp10.000, dewasa usia 13-60 Rp20.000, dan WNA dikenakan biaya Rp.50.000. Khusus untuk anak di bawah 3 tahun dan dewasa di atas 30 tahun tidak dikenakan biaya. Informasi lengkapnya bisa akses akun instagram resmi @galerinasional.