Indonesia didapuk menjadi tuan rumah perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 tahun ini di Nusa Dua Bali. Acara ini digelar pada Selasa (15/11/2022) hingga Rabu (16/11/2022) lalu.
Di sela-sela rangkaian acara pertemuan dan konferensi, para pemimpin dan delegasi setiap negara dijamu makan siang di sebuah tempat yang istimewa. Tempat yang dimaksud adalah Kubah Bambu yang berlokasi di kawasan Ocean Front Lawn, Apurva Kempinski.
Ruang makan dengan luas 800 meter persegi tersebut menyediakan 43 kursi dengan tata letak meja besar yang melingkar.
Awal Mula Ide Membangun Kubah Bambu
Sebelum membuat Kubah Bambu sebagai lokasi santap siang para pemimpin ini, Elwin Mok selaku Visual Creative Consultant KTT G20 berencana membangun tenda-tenda di halaman belakang Apurva Kempinski. Gagasan tersebut telah disusun sepanjang tahun.
Hal ini lantaran permintaan Presiden Joko Widodo yang sederhana, beliau ingin menyantap makan siang dengan pemandangan laut. Namun, karena khawatir akan kencangnya angin laut di wilayah tersebut, maka konsep tenda pun dibatalkan.
Selanjutnya, seluruh tim kreatif berdiskusi dengan Wishnutama sebagai koordinator Tim Asistensi dan Kemitraan G20 bersama Sekretariat Negara. Hasil diskusi tersebut menetapkan bata dan batu sebagai bahan untuk mendirikan bangunan. Namun, ide ini pun urung direalisasikan. Alasannya karena bangunan tersebut hanya bersifat sementara dan akan dibongkar selepas acara G20.
Seluruh tim pun bekerja keras untuk memikirkan ide selanjutnya yang dapat menciptakan sesuatu yang unik dan spesial untuk pergelaran acara ini.
Hingga suatu saat, Elwin bersama tim berkesempatan untuk melakukan perjalanan ke Pantai Melasti, di selatan Bali. Di sini, mereka melihat para pekerja konstruksi menggunakan bambu sebagai bahan utama pembangunan proyek.
Tak berselang lama, mereka akhirnya berdiskusi dan memutuskan untuk memilih bambu sebagai bahan utama bangunan lokasi makan siang para pemimpin negara KTT G20.
Agar hasil yang diperoleh semakin ciamik maka dilakukan juga konsultasi dengan Ashar Saputra, Phd., selaku pengajar senior Fakultas Teknik Sipil sekaligus pakar perhitungan bambu asal Universitas Gajah Mada (UGM).
Pada akhirnya, mereka menjatuhkan pilihan pada desain berbentuk kubah setengah lingkaran atau dome.
Baca juga: Intip Cantiknya Gerai Starbucks Korea di Daegu
Filosofi Pemilihan Bambu
Elwin Mok mengungkapkan bahwa saat kemajuan teknologi telah mengubah dunia menjadi lebih sintetis, seluruh tim berupaya untuk menunjukkan sisi Indonesia yang lebih autentik. Bangunan Kubah Bambu menjadi salah satu venue yang menampilkan nilai autentik tersebut.
Bambu yang menjadi bahan utama penopang bangunan istimewa tersebut dipilih bukan tanpa alasan. Rubi Roesli selaku arsitek dan desainer interior Kubah Bambu mengungkapkan bahwa bambu merupakan bagian dari kehidupan keseharian masyarakat Bali. Sejak kecil, anak-anak di Bali sudah membuat mainan dari bambu.
Bambu juga memiliki beberapa manfaat dan fungsi lain. Mulai dari tunas bambu yang bisa diolah menjadi makanan yang sedap dan nikmat. Hingga tanaman bambu yang telah tumbuh kokoh bisa dijadikan bahan utama kerajinan dan pembangunan konstruksi.
Selain itu, bambu juga memiliki makna dan filosofi yang mendalam. Bambu memiliki karakter yang elastis, mudah beradaptasi, bahkan tahan terhadap guncangan gempa.
Lebih dari itu, bambu juga akan semakin kuat saat berada dalam satu kesatuan. Karakter tanaman bambu ini mengajarkan kita untuk selalu bersama-sama dan tetap semangat serta kuat saat menghadapi tantangan global yang terjadi.
Pembangunan Kubah Bambu memakan waktu pengerjaan selama tiga minggu di lapangan dan dua bulan ketika digarap para pengrajin bambu di Desa Gianyar, Bali.
“Kami mengajak teman-teman perajin bambu yang sangat terampil dan terkenal dari Desa Gianyar dan Pak Ashar yang merupakan ahli bambu dari UGM untuk bersama-sama membangun ini”, ungkap Rubi Roesli.
Ia juga menambahkan, “Kubah Bambu ini adalah persembahan dari Desa Gianyar untuk pemimpin dunia.”
Rencananya, setelah G20 usai, kubah ini akan dibongkar dan bambunya dikembalikan ke Desa Gianyar. Tempat bambu tersebut menunggu untuk diolah kembali menjadi material yang menaungi atau memberi kebaikan lewat fungsi lain, di kesempatan berbeda.