Menyelami Budaya Maritim dalam Pameran Tujuh Layar Menyisir Langit

Aragea Hidayat

Laut bukan sekadar bentang geografis, melainkan ruang bernapas, sumber penghidupan, dan pelataran budaya yang membentuk cara hidup masyarakat pesisir. Nilai-nilai inilah yang digali dan diolah oleh seniman Iwan Yusuf dalam pameran Tujuh Layar Menyisir Langit di Selasar Sunaryo Art Space (SSAS).

Instalasi seni di Tujuh Layar Menyisir Langit, Dok. Written

Dikuratori oleh Agung Hujatnikajennong, pameran ini menampilkan 15 karya instalasi, sebagian besar berbentuk kapal. Tujuh Layar Menyisir Langit mengangkat peran kapal Pinisi yang ikonik dalam kehidupan masyarakat Bulukumba, Sulawesi Selatan. Melalui pendekatan riset yang mendalam, Iwan menyusuri lapisan-lapisan budaya maritim yang menjadi nadi penghidupan masyarakat pesisir Nusantara.

Iwan Yusuf dikenal sebagai seniman yang selama lebih dari satu dekade konsisten mengeksplorasi tema laut dan spiritualitas maritim. Dalam praktik artistiknya, ia banyak menggunakan jaring, ikan, dan elemen laut lainnya sebagai medium utama. Karyanya merekam jejak budaya pesisir dan menawarkan refleksi mendalam atas relasi manusia, alam, serta nilai-nilai spiritual yang tumbuh di antara keduanya.

Iwan Yusuf, Dok. Instagram @studio.jaring

Dalam risetnya di Bulukumba, wilayah yang dikenal sebagai tanah kelahiran kapal Pinisi, Iwan meresapi lebih dari sekadar bentuk fisik kapal. Ia menyelami ruh yang tertanam dalam proses penciptaannya seperti ketekunan para perajin, kekayaan tradisi, dan hubungan manusia dengan laut yang telah terjalin selama berabad-abad.

Instalasi seni di Tujuh Layar Menyisir Langit, Dok. Written

Pada pameran tunggalnya kali ini, Iwan untuk pertama kalinya menampilkan medium video sebagai bagian dari karya. Disusun secara puitik, potongan-potongan visual seperti deru mesin bengkel, hamparan laut, pasir putih, debur ombak, serta potongan badan kapal dari Ara, Bira, dan Lemo-Lemo membentuk lanskap yang merekam bukan hanya objek, tetapi juga memori budaya dan denyut kehidupan masyarakat pesisir yang tak lekang oleh waktu.

Instalasi-instalasi tersebut tersebar di berbagai titik, baik di dalam maupun di luar ruang galeri. Pengunjung dapat melihat denah dan daftar judul karya sebagai panduan sebelum menjelajahi keseluruhan pameran.

Instalasi seni di Tujuh Layar Menyisir Langit, Dok. Written

Menariknya, alur pameran ini dirancang berbeda dari biasanya. Alih-alih langsung memasuki ruang utama, pengunjung diajak memulai perjalanan dari sisi samping bangunan, lalu menyusuri area dalam, dan berakhir di ruang luar. Penataan ini menciptakan narasi ruang yang mengalir, menyerupai pelayaran kapal yang bergerak melalui waktu dan tempat.

Pameran Tujuh Layar Menyisir Langit masih dapat disaksikan di Selasar Pavilion Bandung hingga 29 Juni 2025. Pameran ini terbuka untuk umum dan dapat dikunjungi setiap Jumat hingga Sabtu pukul 10.00–21.00 WIB, serta pada hari Minggu pukul 10.00–20.00 WIB.

Baca juga artikel lainnya https://written.id/event/desain-indonesia-menuju-panggung-dunia/

Exploring Maritime Culture in the Exhibition Tujuh Layar Menyisir Langit

The sea is more than a geographical expanse—it is a breathing space, a source of livelihood, and a cultural platform that shapes the lives of coastal communities. These values are interpreted and brought to life by artist Iwan Yusuf in the exhibition Tujuh Layar Menyisir Langit at Selasar Sunaryo Art Space (SSAS).

Curated by Agung Hujatnikajennong, the exhibition features 15 installation works, most of which take the form of ships. Tujuh Layar Menyisir Langit reinterprets the iconic role of the Pinisi ship in the lives of the people of Bulukumba, South Sulawesi. Through in-depth research, Iwan delves into the layers of maritime culture that serve as the lifeblood of coastal communities across the archipelago.

Iwan Yusuf is known as an artist who, for over a decade, has consistently explored the themes of the sea and maritime spirituality. He frequently uses nets, fish, and other oceanic elements as his primary mediums in his artistic practice. His works trace the cultural imprints of coastal life while offering deep reflections on the relationship between humans, nature, and the spiritual values that emerge from it.

During his research in Bulukumba, a region recognized as the birthplace of the Pinisi, Iwan immersed himself in more than just the ship’s physical form. He absorbed the spirit embedded in its making—the dedication of the craftsmen, the richness of tradition, and the profound bond between humans and the sea that has endured for generations.

For the first time in a solo exhibition, Iwan presents video as a part of his artistic language. Composed poetically, the visual fragments—ranging from the roar of workshop engines to stretches of ocean, white sand, crashing waves, and fragments of ship hulls in Ara, Bira, and Lemo-Lemo—form a landscape that captures more than physical imagery. They document the cultural memory and enduring rhythms of life in coastal societies.

These installations are positioned throughout various points inside and outside the gallery space. Visitors can consult a map and a list of titles to guide their journey through the exhibition.

Interestingly, the exhibition flow is designed differently from the usual layout. Instead of entering directly through the main gallery, visitors begin their journey from the side of the building, move through the interior spaces, and conclude in the outdoor area. This spatial arrangement creates a narrative flow, echoing the voyage of a ship sailing across time and place.

Tujuh Layar Menyisir Langit is open to the public at Selasar Pavilion Bandung until June 29, 2025. The exhibition can be visited on Fridays and Saturdays from 10.00 AM to 9.00 PM, and on Sundays from 10.00 AM to 8.00 PM.

Read more articles https://written.id/event/desain-indonesia-menuju-panggung-dunia/

SHARE :
WhatsApp
Facebook
Twitter
Email
Artikel Lainnya