Prinsip Desain Nusaé dalam Buku dan Pameran In Continuum: Harmonisasi

Aragea Hidayat

Di tengah dinamika dunia desain yang terus berkembang pesat dengan ragam pendekatan baru, Nusaé memilih untuk tetap berpegang pada prinsip yang telah menemani perjalanan mereka selama sepuluh tahun terakhir yaitu harmonisasi. Bagi studio ini, harmoni bukan sekadar istilah estetis, melainkan landasan yang membimbing setiap keputusan desain, mulai dari visual, sistem informasi ruang, hingga identitas sebuah brand.

Nilai tersebut tercermin dalam berbagai proyek yang mereka jalankan. Dari identitas visual untuk provinsi Tubaba di Lampung, pembaruan wajah rumah mode Peggy Hartanto, hingga perancangan identitas kedai kopi SAMAA di Tokyo. Setiap karya menunjukkan bagaimana prinsip harmoni dapat menjelma berbeda, bergantung pada konteks budaya, lingkungan, dan karakter masyarakatnya.

Refleksi perjalanan itu kini hadir dalam bentuk buku bertajuk In Continuum: Harmonisasi. Buku ini merangkum cara pandang Nusaé mengenai desain yang bergerak selaras dengan lingkungan dan manusia yang hidup di dalamnya. Lebih dari kumpulan proyek, karya ini menjadi pengingat bahwa desain yang baik tidak hanya memanjakan mata, tetapi juga memahami ruang, menghargai kehidupan, dan membangun hubungan emosional dengan penggunanya.

Buku In Continuum: Harmonisasi. Dok. Nusaé

Buku ini diterbitkan bersama Suburbia Project, penerbit asal Malaysia yang dikenal berfokus pada publikasi arsitektur berbasis nilai. Melalui kolaborasi tersebut, In Continuum: Harmonisasi menyajikan studi kasus dari berbagai industri untuk menunjukkan bagaimana harmoni dapat diwujudkan dalam praktik desain kontemporer. Pertemuan perspektif antara Nusaé dan Suburbia menghasilkan dialog yang memperkaya pendekatan terhadap desain yang sensitif, bertanggung jawab, dan bermakna.

Menurut Andi Rahmat, pendiri sekaligus Principal Designer Nusaé, buku ini diharapkan dapat membuka ruang percakapan yang lebih luas tentang pentingnya desain yang mempertimbangkan dampak sosial dan ekologis.

“Kami berharap buku ini dapat memantik ide-ide baru tentang desain yang mempertimbangkan lingkungan,” ujarnya.

Peluncuran buku ini juga dibarengi dengan pameran bertajuk In Continuum: Harmonisasi yang berlangsung pada 1 sampai 15 November 2025 di Kopi Manyar, Bintaro. Di sana, pengunjung dapat melihat proses kreatif di balik penyusunan buku sekaligus menghadiri rangkaian diskusi yang dihadirkan sebagai ruang berbagi perspektif bagi pelaku, pengamat, dan peminat desain serta arsitektur.

Para pengunjung pameran In Continuum: Harmonisasi. Dok. Nusaé

Di dalam buku ini, harmonisasi dijelajahi melalui enam pendekatan utama yaitu membaur, adaptasi, kontras, berpadu, keserasian, dan kinetik. Masing-masing pendekatan dilengkapi dengan contoh karya yang menggambarkan penerapan prinsip tersebut dalam kehidupan nyata, menjadikan buku ini semacam arsip perjalanan sekaligus bahan pemantik untuk melahirkan harmoni-harmoni baru di masa mendatang.

Lebih dari sekadar dokumentasi karya, In Continuum: Harmonisasi adalah pernyataan nilai sekaligus cerminan komitmen Nusaé sejak awal berdiri. Bagi mereka, desain tidak hanya bertugas menyenangkan mata, tetapi juga merawat relasi antara manusia, ruang, dan budaya.

Bagi Anda yang ingin memiliki buku ini, edisi cetak tersedia dalam jumlah terbatas dan dapat diperoleh langsung di lokasi pameran.

Tentang Nusaé

Nusaé berawal dari sebuah gagasan sederhana untuk menghadirkan kebaikan melalui desain. Studio ini lahir pada 2013, diprakarsai oleh dua sosok dengan latar belakang yang berbeda namun saling melengkapi, yaitu Andi Rahmat yang bergerak di desain grafis dan Dicky Sukmana yang datang dari dunia arsitektur. Perbedaan perspektif itu justru menjadi kekuatan dan membuka ruang bagi pendekatan desain yang lebih luas serta peka terhadap konteks.

Nama “Nusaé” diambil dari bahasa Sunda dan bermakna “yang baik.” Makna tersebut bukan hanya menjadi nama, tetapi juga arah kerja. Bagi Nusaé, desain tidak hanya berkaitan dengan visual yang menarik, tetapi juga menciptakan dampak positif bagi ruang, manusia, dan pengalaman sehari-hari.

Sejak awal berdiri, Nusaé memandang desain sebagai proses menemukan keselarasan. Fokusnya bukan pada memaksakan bentuk atau gaya tertentu, melainkan memahami lingkungan, merespons kebutuhan, dan memastikan setiap keputusan desain memiliki makna yang jujur.

Bagi Nusaé, desain adalah perjalanan panjang untuk mencari keseimbangan. Dalam perjalanan itu, mereka berupaya menghadirkan karya yang tidak hanya indah dipandang, tetapi juga menyentuh cara kita merasakan ruang, bergerak di dalamnya, dan terhubung satu sama lain.

Artikel Inggris

Amid the ever-evolving dynamics of the design world, with its diverse emerging approaches, Nusaé has chosen to remain steadfast in a principle that has guided its journey over the past ten years: harmonization. For the studio, harmony is not merely an aesthetic term but a foundation that informs every design decision, from visuals and spatial information systems to the identity of a brand.

This value is reflected in the wide range of projects they have undertaken. From creating a visual identity for Tubaba Regency in Lampung, revamping the fashion house Peggy Hartanto, to designing the brand identity of SAMAA Coffee in Tokyo, each work demonstrates how the principle of harmony can take on different forms depending on cultural context, environment, and the character of the community.

This journey is now captured in the book In Continuum: Harmonisasi. The publication encapsulates Nusaé’s perspective on design that moves in sync with the environment and the people who inhabit it. More than a collection of projects, the book serves as a reminder that good design does not merely please the eye but also understands space, respects life, and builds an emotional connection with its users.

The book is published in collaboration with Suburbia Project, a Malaysia-based publisher known for architecture publications grounded in values. Through this partnership, In Continuum: Harmonisasi presents case studies from various industries to demonstrate how harmony can be realized in contemporary design practice. The meeting of perspectives between Nusaé and Suburbia has generated a dialogue that enriches approaches to sensitive, responsible, and meaningful design.

According to Andi Rahmat, founder and Principal Designer of Nusaé, the book aims to open a broader conversation about the importance of design that considers social and ecological impacts.

“We hope this book inspires new ideas for design that consider the environment,” he said.

The book launch is accompanied by an exhibition of the same name, In Continuum: Harmonisasi, running from November 1 to 15, 2025, at Kopi Manyar in Bintaro. Visitors can explore the creative process behind the book while attending a series of discussions designed as a platform for sharing perspectives among practitioners, observers, and design and architecture enthusiasts.

Within the book, harmonization is explored through six main approaches: blending, adaptation, contrast, integration, coherence, and kinetic. Each approach is illustrated with examples of projects that demonstrate the application of these principles in real life, making the book both an archive of their journey and a catalyst for inspiring new forms of harmony in the future.

More than just a documentation of their work, In Continuum: Harmonisasi is a statement of values and a reflection of Nusaé’s commitment since its inception. For the studio, design is not only about visual appeal but also about nurturing relationships between people, space, and culture.

For those interested in owning the book, a limited print edition is available and can be obtained directly at the exhibition starting November 1, 2025.

About Nusaé

Nusaé began as a simple idea: to bring goodness through design. The studio was founded in 2013 by two individuals with different yet complementary backgrounds: Andi Rahmat, a graphic designer, and Dicky Sukmana, an architect. Their differing perspectives became a strength, opening space for broader, context-sensitive design approaches.

The name “Nusaé” is derived from Sundanese, meaning “the good.” This meaning serves not only as a name but also as a guiding principle. For Nusaé, design is not just about creating visually appealing works but also about generating positive impact on space, people, and everyday experiences.

From the beginning, Nusaé has viewed design as a process of seeking balance. Their focus is not on imposing forms or styles but on understanding the environment, responding to needs, and ensuring that every design decision carries honest meaning.

For Nusaé, design is a long journey toward equilibrium. Along the way, they strive to create works that are not only beautiful to behold but also resonate with the way we experience, move through, and connect with space and one another.

SHARE :
WhatsApp
Facebook
Twitter
Email
Artikel Lainnya