Tiga Ruang Baca Favorit Written di Indonesia

Sahiri

Berbagai ruang baca maupun perpustakaan umum yang baru atau direnovasi hadir sebagai sarana mengakses berbagai karya sastra banyak bermunculan. Artinya, meskipun budaya membaca di Indonesia tergolong rendah, karya seni sastra masih mendapat apresiasi yang baik.

Meski teknologi kian berkembang, seperti dengan adanya e-book, ada simple pleasure yang hanya didapat dari membaca buku secara fisik. Entah itu mencium aroma buku yang khas atau juga sensasi memegang dan membalikkan setiap halaman buku.

Bagi para kutu buku, membaca buku secara fisik di tengah suasana perpustakaan itu layaknya surga. Berimajinasi dengan memvisualisasikan rangkaian kata pada tiap halaman adalah keindahan dari membaca buku.

Tiap cultural center di kota kamu, seperti British Council, menawarkan perpustakaan dengan koleksi buku lengkap dari negara asalnya. Tapi bagaimana dengan yang lokal? Jika Perpustakaan Nasional atau Perpustakaan Umum Jakarta terasa terlalu formal, berikut perpustakaan atau ruang baca yang bakal memuaskan kamu para kutu buku.

Taman Literasi Martha Christina Tiahahu (Jakarta)

Menempati lokasi strategis, dan yang tak terduga saat Written tak sengaja menemukannya, di Blok M Square, Taman Literasi Martha Christina Tiahahu merupakan proyek revitalisasi. Tepatnya, ruang terbuka ini merupakan proyek revitalisasi dari Taman Martha Tiahahu yang sudah eksis sejak dulu.

Arsitektur bangunan yang mengelilingi taman ini dibuat melingkar. Di tengahnya terdapat kolam yang cukup luas. Sementara itu, coffeeshop, cafe, hingga ruang baca mengelilingi kolam secara melilngkar. Perpustakaan ini disebut Ruang Komunitas. 

Tempatnya tak terlalu luas namun nyaman dengan sofa dan beanbag yang tersedia. Pengunjung yang masuk diharuskan melepas alas kaki untuk menjaga kebersihan ruangan. Rak buku terpasang di sepanjang dinding menawarkan berbagai genre buku, entah itu novel, biografi, self-help book, hingga buku anak-anak. Sayangnya, buku tak boleh dibawa pulang jadi kamu mesti baca di tempat. 

Kalau mau meminjam buku, tak jauh dari Ruang Komunitas, ada sebuah lemari buku persembahan komunitas Bookhive. Kamu bisa meminjam/ mengambil buku-buku bekas yang tersedia. Berkonsep public book racks dengan tagline “ambil seperlunya, sumbang semampunya”, kamu boleh mengambil buku yang tersedia dalam lemari. Sebagai gantinya, kamu boleh mengembalikan buku yang sama atau buku-buku bekas milikmu. 

Walau begitu, bagi penggemar e-book, jangan khawatir, karena dalam Taman Literasi Martha Christina Siahahu kamu akan menemukan kode QR yang ternyata merupakan ke laman koleksi e-book Perpustakaan Jakarta. It’s a digital world, after all. 

Bima Microlibrary (Bandung)

Ini dia perpustakaan yang memiliki sudut-sudut fotogenik. Bima Microlibrary merupakan projek ambisius untuk meningkatkan minat baca di kalangan warga lokal Bandung melalui prasarana yang eksperimental.

Perpustakaan yang terletak di Taman Bima ini memiliki arsitektur tak lazim. Dari kejauhan tampak seperti kontainer yang ditopang oleh tiang besi namun, ketika dilihat lebih saksama, ternyata bangunan tersebut menggunakan sejumlah kotak es krim bekas—2000 kotak, lebih tepatnya. Interiornya bahkan tak memerlukan AC karena telah dirancang sedemikian rupa demi melancarkan sirkulasi udara. 

Menurut sang arsitek, SHAU Indonesia, Bima Microlibrary merupakan prototipe, yang ke depannya, akan dibangun di wilayah Indonesia lainnya. terutama di daerah perumahan warga yang Melalui proyek ini, kiranya, minat baca masyarakat juga meningkat. Oleh karena itu, perpustakaan serupa Bima Microlibrary diproyeksikan dibangun di perumahan warga.

FYI: desain microlibrary yang modern ini menggunakan kode binari yang mengandung pesan “Buku Adalah Jendela Dunia.” Ide pesan yang diberikan oleh sang Walikota Bandung, Ridwan Kamil. 

Museum Kata Andrea Hirata (Belitung)

Jika tetralogi Laskar Pelangi Andrea Hirata merupakan love letter kepada tempat kelahirannya, Belitung, maka Museum Kata Andrea Hirata merupakan wujud fisiknya. 

Dibuka pada 2002, Museum Kata Andrea Hirata merupakan museum sastra pertama di Indonesia. Museum yang berfungsi juga sebagai sekolah dasar ini dirancang unik melalui warna-warni pelangi dan konsep arsitektur lokal.

Tiap ruangan dibagi menurut karakter pada novel; Ruang Ikal, Lintang, Mahar. Di dalamnya juga dilengkapi dengan perangkat audiovisual yang menayangkan cuplikan adaptasi film Laskar Pelangi yang digarap oleh Riri Riza.

Kebanyakan buku dalam katalog perpustakaannya adalah buku anak-anak, yang tentunya termasuk buku-buku sang pengarang yang tersedia dalam berbagai bahasa asing. Yang jelas, Museum Kata Andrea Hirata tak hanya jadi wujud kecintaannya kepada Belitung namun juga akan kecintaannya terhadap karya seni sastra. 

SHARE :
WhatsApp
Facebook
Twitter
Email
Artikel Lainnya
No data was found