Tears from Heaven: Eksplorasi Pramuhendra Pada Tema Religius dan Perempuan

Arif Nurohman

Sepertinya, J. Ariadhitya Pramuhendra selalu piawai dalam mempertahankan predikat, sebagai seniman terbaik Indonesia dalam mencipta lukisan, menggunakan material arang. Dengan permainan cahaya gelap dan terang, yang hanya mengandalkan warna hitam dan putih, ia bisa menghipnotis kita dengan karya yang dicipta. Kali ini Pramuhendra menggelar pameran tunggal pertamanya di Srisasanti Gallery dengan tajuk ’Tears from Heaven’. Seperti karya-karya yang sering ditampilkan sebelumnya, Pramuhendra selalu mengangkat tema yang bersifat religius, khususnya dalam agama Katolik, di mana simbolisme dan komposisi tentang Al Kitab atau lukisan Renaisans disisipkan pada karya, yang ia goreskan di atas kanvas putih menggunakan arang. Pameran kali ini menghadirkan 2 instalasi seni dan 11 gambar, menggunakan material arang di atas kanvas, yang semuanya ia garap pada tahun 2024. Karya yang ditampilkan kali ini mengangkat tentang perempuan, dan keseluruhannya merupakan self explanation yang diangkat dari pengalaman religius yang dialami sang seniman.

Pramuhendra menjelaskan karya kepada pengunjung pameran (29/07/2024)

Pameran ini merupakan sebuah relasi tentang religiousity dengan seni rupa kontemporer, yang biasanya di dunia barat, para seniman akan meledek tentang isu-isu agama, melalui karya yang dicipta, namun Pramuhendra justru menggambarkan tentang agama yang ia yakini, sebagai tuntunan hidup dan membagikan pengalaman spiritualnya kepada audiens melalui karya yang ia cipta. Ia juga menyelipkan krititikan dalam keagamaan seperti konsep patriarki dalam kehidupan, yang masih diterapkan hingga saat ini. Di mana sosok perempuan yang kedudukannya dianggap kurang penting, dibandingkan dengan laki-laki. Pameran ini terbagi dalam dua ruang pamer Srisasanti Gallery, yaitu lantai atas dan di lantai bawah gallery.

Lantai atas ruang pamer ‘Tears from Heaven‘ di Srisasanti Gallery

Ketika memasuki ruang pamer di lantai atas, kita disambut dengan sebuah instalasi balok kayu berwarna hitam legam, yang bertumpuk dan berserakan di lantai, instalasi ini diberi judul ’Calvary’ merujuk pada tempat di mana Yesus disalib yang mengingatkan kita tentang kefanaan duniawi. Balok-balok kayu dan arang ini adalah sebuah simbol reruntuhan salib yang terbakar.  Menurut Pramuhendra, arang merupakan sebuah zat utama hasil pemurnian setelah proses pembakaran, seperti cerita tentang burung phoenix yang rela membakar dirinya untuk dapat hidup kembali. Selain instalasi berjudul ’Calvary’ di sini juga kita akan menemukan lukisan dengan media arang yang dipajang di tembok ruang pamer, dengan ukuran yang cukup besar. Lukisan ini dibuat dengan ukuran besar bukanlah tanpa maksud, namun Pramuhendra ingin menyampaikan tentang keyakinan yang ia yakini tentang konsep ketuhanan yaitu ’Imago Dei’ (Image of God) sebagai refleksi tentang Tuhan yang maha besar dan agung, melalui berbagai lukisan perempuan sebagai wujud ciptaannya.

The Parlement (2024)

Menggunakan warna hitam dan putih, Pramuhendra menciptakan sebuah lukisan terbesar yang pernah ia buat dan dipamerkan di gallery, lukisan tersebut memiliki ukuran 4×18 meter dan diberi judul ‘In the Quiet Night of The Grand Theater’, lukisan ini adalah gambar 22 perempuan duduk menghadap sebuah meja makan panjang, seperti komposisi lukisan The Last Supper karya Leonardo da Vinci. Beberapa gambar perempuan menghadap ke belakang sebagai simbol tentang melihat masa lalu, dan yang lain nya menghadap ke depan, sebagai simbol menatap masa depan. Tidak lupa mahkota duri terlihat dalam karya ini, sebagai makna tentang dari Al kitab tentang pengorbanan dan penderitaan Yesus. Sedangkan gambar bunga mawar hadir, menjadi simbol tentang kekuatan perempuan.

In the Quiet Night of The Grand Theater (2024)

Ketika memasuki ruang pamer di bagian bawah, kita akan langsung merasakan pengalaman spiritual saat pertama kali membuka tirai hitam dari pintu masuk ruang pamer. Di dalam sebuah ruangan yang minim cahaya, kita disuguhkan sebuah instalasi berjudul ’Tears from Heaven’ yaitu penempatan sebuah patung yang merupakan apropiasi dari patung Pieta karya Michaelangelo, diiringi dengan musik Fall dari group band Islandia Sigur Ros dan hujan buatan sebagai gambaran air mata dari surga. Instalasi ini secara instan akan membawa kita pada pengalaman kesedihan yang mungkin belum pernah kita rasakan sebelumnya. Simbol patung tentang kehilangan, alunan melodi yang menggema dan juga gemricik air dari hujan buatan benar-benar memberikan kesan yang sangat magis. Kemudian, menuju pintu keluar kita akan melihat lukisan perempuan dengan hiasan bunga mawar yang diberi judul ’The Heart of Flowers’.

Tears from Heaven (2024)
The Heart of Flowers (2024)

Berdasarkan perbincangan dengan written saat pembukaan pameran, Pramuhendra menceritakan bahwa dari semua karya yang ditampilkan dalam pameran ini, karya yang paling sentimental untuk dirinya adalah instalasi berjudul ’Tears from Heaven’ karena karya tersebut merupakan sebuah simbol universal tentang gambaran kesedihan Bunda Maria sebagai seorang Ibu yang merasakan kesedihan atas kehilangan anaknya, Yesus.

”Buat aku, simbol itu jadi sangat menarik, yang menjadi core dari patung renaisance yang sudah beratus-ratus tahun, yang akhirnya dilukiskan sebagai konteks yang lebih modern. Dari baju dan juga gestur pada karya-karya lainnya dan Pieta adalah core, titik awal dari perjalanan penerjemahan visual” – Pramuhendra

Satu tips yang diberikan oleh Pramuhendra, untuk mendapatkan feel yang lebih dalam ketika menikmati pameran ini adalah, melihat karya yang berada di lantai atas dahulu, baru melihat karya di lantai bawah sebagai penutupnya.

Pameran tunggal J. Ariadhitya Pramuhendra, ’Tears from Heaven’ dapat kamu kunjungi di Srisasanti Gallery : Tirtodipuran Link Building B, Yogyakarta, 30 Juni – 11 Agustus 2024.

SHARE :
WhatsApp
Facebook
Twitter
Email
Artikel Lainnya