Sore itu ruangan ISA Art Gallery yang terletak di lantai dasar gedung perkantoran Wisma 46 tetiba aktif dan riuh kedatangan banyak tamu. Wajah-wajah familier di kalangan seni rupa Indonesia turut hadir di pameran bertajuk Made Me Dirty, pameran tunggal lukisan pertama Ardi Gunawan.
“Ya itu kalau karyanya Ardi boleh disebut lukisan,” kata Hendro Wiyanto, kurator yang berjalan bersama Ardi selama 8-9 bulan terakhir sebelum pamerannya rampung. Hendro pertama kali melihat “lukisan” Ardi di Rubanah pada tahun 2022. Setahun setelahnya, ia mengundang Ardi untuk ikut pameran ArtJog. Hendro mengaku tertarik dengan cara Ardi bekerja. Ardi sendiri kerap mengerjakan karya-karya instalasi, instalasi ruang, performans, suara, dan lain sebagainya.
Hal ini terlihat dari cara presentasi pameran yang turut diarahkan oleh Ardi. Jika lukisan di dalam galeri biasanya hanya tampil digantung di depan dinding berwarna putih, ia justru terlihat sengaja menghindari dinding untuk beberapa karya.
Ia membuat ruangnya sendiri. Terlihat bagaimana ia mempertimbangkan ruang tiga dimensional dalam mempresentasikan karyanya. Tidak mengejutkan mengingat latar belakang pendidikannya di bidang desain dan arsitektur.
Dari kutipan yang terlihat di salah satu bidang dinding galeri, “My dream was to be a sculptor, but I ended up majoring in painting. I wanted to create illusions, but I couldn’t do realism… The way I hold a brush is like carving.” Ardi sesungguhnya ingin menjadi pematung.
Keinginannya inilah yang mungkin membuat teknik melukis Ardi menjadi unik. Ia seakan menampilkan cat itu sebagai apa adanya. Ia tumpuk-tumpuk untuk membentuk sesuatu yang ia inginkan. Hal tersebut bahkan kadang tidak terlihat jelas atau abstrak.
Ketika ditanya tentang arahan yang ia berikan ke Ardi, menurut Hendro justru mungkin dia yang diarahkan oleh Ardi. “Menurut saya kurator nggak selalu mengarahkan. Ia mendengarkan baik-baik apa yang diomongkan oleh seniman. Tentu saja tidak harus percaya, tapi mendengar itu lebih penting dari pada berkomentar. Sejak ngobrol sama Ardi aku lebih banyak bertanya daripada mengarahkan. Lebih tepatnya kurator itu perannya dalam percakapan,” terang Hendro.
Menurut Hendro, judul pameran Made Me Dirty mencerminkan dari studio Ardi sendiri yang kotor. “Cat ada di mana-mana, barang dan kuas ada di mana-mana. Ini adalah kotoran yang dibungkus dengan sesuatu yang dapat dilihat, atau sebaliknya. Sesuatu yang dapat dilihat dibungkus dengan kekotoran. Karena pada dasarnya kita kan sangat kotor sebenarnya,” ungkapnya lebih lanjut.
Selain “kekotoran” yang terjadi di studionya, Ardi juga mengangkatnya ke dalam lukisannya dan menjadi simbol pada dunia kerja, identitas, dan budaya massa.
‘Yang spesial dari Ardi itu adalah cat, kotor, sedang melukis tapi bayangannya justru ingin buat patung. Karyanya serba paradoks,” tambahnya lagi.
Seperti saran sang kurator, pameran Ardi Gunawan ini harus dinikmati dengan datang langsung ke galeri. Tidak cukup dengan hanya melihat foto-foto yang tersebar di media sosial. Dan pada saat kamu datang, coba perhatikan bagaimana Ardi menggunakan catnya. Bagaimana ia mengguyur, membiarkan catnya menetes, membiarkannya salah, bayangkan bagaimana ia mengendalikan catnya untuk membentuk sesuatu. “Itulah yang membuat saya kagum dengan Ardi,” ujar Hendro seraya mengakhiri percakapan kami.
Pameran Made Me Dirty dapat dikunjungi hingga 12 September 2025 di ISA Art Gallery, Wisma 46, Jakarta, pada hari Selasa-Minggu pukul 11:00-18:00.