Makna Antologi dalam Dunia Sastra

Sahiri
novel antologi

Sering tercetus kata “antologi” dalam ranah seni. Terutama di dunia televisi, dengan contoh serial populer seperti American Horror Story, Fargo, Black Mirror, atau True Detective yang mengemas cerita dan karakter berbeda di tiap season. Mungkin saja ada kesinambungan antar season tapi bisa juga tidak. Namun secara umum cerita antologi merajut tema yang sama.

Begitu juga dengan novel antologi. Bahkan, label antologi memang pertama lekat dengan dunia sastra, yang menjelaskan kumpulan cerita bertema sama dari berbagai pengarang dirangkum dalam satu buku. Label ini cenderung menguntungkan penulis baru karena memberikan peluang lebih besar bagi karya mereka untuk dipublikasikan, meskipun mesti berbagai spotlight dengan karya tulis penulis-penulis lainnya.

Etimologi kata “antologi” sendiri cukup unik. Kata tersebut berakar dari bahasa Yunani anthologia yang memadukan “anthos” atau bunga, dan “logia”, yang bermakna koleksi. Pertama tercetus pada abad ke-17, antologi dimaknai sebagai wadah yang memuat beraneka ragam bunga.

Bunga-bunga sastra inilah yang kemudian dirangkai dalam satu koleksi buku. Kebalikannya, dalam dunia sastra terdapat juga istilah “collection” yang biasanya mengacu pada koleksi cerita pendek oleh satu pengarang terkemuka.

Contohnya seperti Roald Dahl: The Complete Short Stories dan A Christmas Carol and Other Stories oleh Charles Dickens (yang anehnya dalam situs penerbit terkemuka Penguin keduanya diklasifikasi sebagai “classic anthologies”).

Lantas apa saja contoh novel yang secara definitif bisa disebut sebagai antologi? One Thousand and One Nights (1706) bisa dilabeli sebagai antologi karena tiap bab memuat beragam cerita. Kisah klasik asal Asia Tengah yang ditampung selama beberapa abad ini diuraikan dengan gaya storytelling (oleh tokoh utama, Scheherazade, yang menceritakan 1001 dongeng kepada Raja Shahryar).

Alasannya? Rangkaian cerita yang diangkat merupakan folktales atau dongeng turun-temurun, dirangkai selama beberapa abad oleh sejumlah penulis dan penerjemah, dengan salah satu cerita yang terpopuler hingga kini adalah Aladdin and the Wonderful Lamp.

novel antologi

Satu lagi antologi klasik adalah Fifty Strangest Stories Ever Told (1937), yang memuat 700 cerita pendek bergenre horor, misteri, dan supernatural. Antologi ini juga memuat beberapa cerita yang terinspirasi dari kisah nyata seperti Eight Days in an English Snowdrift. Sama seperti One Thousand and One Nights, beberapa ceritanya pun berdasarkan folktales Inggris seperti The Moving Coffins.

Fast forward ke masa kini, banyak penerbit menggunakan format antologi untuk mengedepankan current issues oleh penulis-penulis dari grup minoritas. Ambil contoh Black Love Matters: Real Talk on Romance, Being Seen, and Happily Ever Afters yang mengkurasi cerita-cerita roman kontemporer dari perspektif pengarang-pengarang berkulit hitam.

Ada lagi The Way Spring Arrives and Other Stories yang merangkai cerpen penulis perempuan dan non-binary mengenai tema-tema yang relevan dalam hidup mereka. Antologi yang paling unik adalah It Came From The Closet (Queer Reflections on Horror) yang memuat beragam cerita esai bernada humor oleh komunitas LGBTQ+ tentang film-film horor yang paling berkesan dan yang menurut mereka menyimpan subtema dinamika gender dan queer (disadari atau tak disadari).

Sementara dari Indonesia, sendiri salah satu antologi yang menarik dan layak baca adalah dari Djenar Maesa Ayu. Always the provocateur, pada tahun 2011 Djenar menerbitkan novel berjudul 1 Perempuan dan 14 Laki-Laki.

Meskipun tiap cerita ditulis oleh Djenar, tapi yang jadi gimmick dalam antologi ini adalah dalam tiap cerita ia berkolaborasi dengan tokoh pria dari berbagai profesi (seperti aktor Butet Kartaredjasa, musisi JRX, aktor Lukman Sardi, seniman Enrico Soekarno, budayawan Sujiwo Tejo, dan penari Sardono W. Kusumo) dengan cara silih berganti menulis kalimat lanjutan.

Seperti telah diutarakan sebelumnya, antologi jadi platform ideal bagi penulis baru yang ingin karyanya dipublikasikan dan diperkenalkan pada khalayak luas. Butuh perjuangan untuk melahirkan karya tersendiri dan dicetak atas nama sendiri (kecuali menawarkan cerita yang benar-benar menarik dan unik). Sehingga jalur antologi jadi salah satu cara pengenalan yang efektif untuk memperkenalkan diri kepada para pencinta sastra.

SHARE :
WhatsApp
Facebook
Twitter
Email
Artikel Lainnya