Sosok Perempuan di Dunia Seni Indonesia

14 March 2021

Arinta Wirasto

Bertepatan dengan peringatan hari perempuan internasional kemarin, Written ingin menyoroti sejumlah perempuan dalam dunia seni Indonesia. Industri yang masih didominasi oleh pria.

Mungkin kamu sudah pernah mendengar nama-nama berikut. Tapi apa salahnya mengenal mereka lebih dalam? Lagi pula, tak kenal maka tak sayang, kan?

Kamila Andini

Dok: instagram @kamilandini

Tidak dapat dipungkiri, peran keluarga sebagai support system dan pengaruh terhadap perkembangan karier seseorang, merupakan suatu hal yang penting. Tak terkecuali untuk sineas muda kelahiran tahun 1986 silam ini yang juga merupakan anak dari sutradara ternama Garin Nugroho.

Lewat besutan film pertamanya, Rahasia di Balik Cita Rasa di tahun 2002, perempuan yang akrab disapa Dini ini membuktikan bahwa sang ayah tidak membayangi kariernya. Di tahun 2011, karya keduanya, Laut Bercermin (The Mirror Never Lies) mendapatkan tujuh nominasi dalam Festival Film Indonesia 2011. Film ini juga memenangkan penghargaan Asia Pacific Screen Awards Australia di kategori Film Cerita Anak-Anak Terbaik.

Tahun 2017, Dini kembali membagikan hasil karyanya lewat film bertitel Sekala Niskala yang ditampilkan di ajang Ubud Readers and Writers Festival 2018. Setelah jeda yang cukup lama, sineas muda ini kembali melansir karya terbaru, yaitu film berjudul Yuni. Film ini disutradarai oleh Ifa Isfansyah yang merupakan suaminya. Film yang digarap sejak 2017 silam ini mengangkat cerita tentang pilihan hidup seorang remaja bernama Yuni. 

Nia Dinata

perempuan seni indonesia
Dok: instagram @ibunia

Siapa sih yang nggak familiar dengan film Ca Bau Kan, Arisan, Quickie Express, Berbagi Suami, Biola tak Berdawai, dan sederet judul lainnya? Ya, film-film tersebut lahir dari tangan emas Nia Dinata.

Nia Dinata bukan hanya salah satu perempuan di dunia seni Indonesia, tapi juga salah satu pionir wanita sutradara di Indonesia. Meski kerap menuai kontroversi karena alur cerita yang terbilang progresif, Nia Dinata tetap menelurkan karya-karya berkualitas. Konsistensi ini lah yang mengantarkannya ke sejumlah ajang penghargaan bergengsi.

Selain itu, Nia dan suaminya merupakan pemilik dari Kalyana Shira Film,  production house film independen yang menaungi karya-karyanya dari tahun 2000. Setelah absen yang cukup lama dari dunia perfilman, Nia kembali berkarya di tahun 2020 dengan menyutradai saduran seri televisi populer, Gossip Girl yang ditayangkan di platform streaming GoPlay.

Tahun ini Nia diberitakan telah menandatangani perjanjian dengan Netflix untuk menghasilkan dua film orisinil ke platform streaming tersebut. Rencananya, film ini akan disutradarai oleh Nia dan Hadrah Daeng Ratu.

Mira Lesmana

perempuan seni indonesia
Dok: instagram @mirles

Masih dari dunia perfilman, seniman wanita berikutnya adalah sosok yang mempunyai peran besar dalam bangkit kembalinya industri film Indonesia, Mira Lesmana.

Berangkat dari Kuldesak sebagai debut dari daftar panjang filmografi dari sutradara dan produser ternama ini konsisten menghasilkan karya berkualitas. Film-filmnya bahkan mempunyai cult following tersendiri di Indonesia seperti Petualangan Sherina, Ada Apa dengan Cinta?, Gie, Drupadi, 3 hari untuk Selamanya, Rumah Ketujuh, hingga Laskar Pelangi yang juga mencetak sukses dengan versi pentas teater musikalnya.

Seperti Nia Dinata, Mira pun membentuk production house sendiri yang dinamakan MILES Production. Selain mendapat banyak pengakuan dan penghargaan di berbagai ajang bergengsi nasional dan internasional, film-film yang diproduseri oleh Mira Lesmana pun berhasil masuk ke tangga box office.

Lantas, dengan portofolio yang mengesankan tersebut, apa sih proyek yang bisa dinantikan dari Mira Lesmana selanjutnya? Pasti kamu sudah mendengar kabar tentang dibuatnya sekuel dari Petualangan Sherina, kan? Ya, film anak legendaris yang dilansir pada tahun 2000 tersebut sedang dibuat dan rencananya akan tayang di tahun ini.

Semoga ketika filmnya sudah keluar, pandemi ini sudah berakhir ya agar kita bisa menikmati kelanjutan cerita Sherina dan Sadam dengan popcorn berlapis butter favorit!

Djenar Maesa Ayu

perempuan seni Indonesia
Dok: instagram @djenarmaesaayu

Bicara tentang perempuan di dunia seni Indonesia, rasanya tidak mungkin untuk tidak mengikutsertakan nama Djenar Maesa Ayu. Sebagai seorang sastrawan stensil, Djenar berkontribusi pada lahirnya karya-karya yang kerap mengusung topik tentang feminisme. Karyanya menuai kritik dan kontroversi, sekaligus mendapat pujian.

Hasil karya terkemuka Djenar diantaranya adalah  Mereka Bilang, Saya Monyet!, Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu), Nayla,  Cerita Pendek tentang Cerita Pendek, dan 1 Perempuan, 14 Lelaki.  Tidak hanya buku, hasil karya anak sutradara Sjuman Djaya ini juga bisa dinikmati dalam bentuk film, lewat adaptasi bukunya Mereka Bilang, Saya Monyet!

Djenar pun merupakan salah satu pelopor di balik kemunculan Sastra Wangi di Indonesia. Istilah ini diberikan untuk karya sastra yang dihasilkan oleh perempuan penulis. 

Dewi “Dee” Lestari 

Dok: instagram @deelestari

Kiprah Dewi Lestari di dunia seni Indonesia dimulai dari keterlibatannya di trio Rida Sita Dewi (RSD) pada tahun 1994 silam. Setelah grup musik tersebut dibubarkan, perempuan yang akrab disapa Dee ini menelurkan album solonya yang bertitel Out of Shell. Setelah itu ia pun melansir album RectoVerso yang juga merupakan judul dari novel besutannya. 

Selain talenta dalam bidang tarik suara, Dee juga dikenal lewat karya-karya literasinya. Sebelum Supernova yang merupakan novel pertamanya dilansir, tidak banyak yang tahu bahwa tulisan Dee juga pernah dimuat di sejumlah media. Beberapa karya tersebut kemudian dapat ditemukan di salah satu buku berisi kumpulan cerita pendek yang bertitel Filosofi Kopi.

Bicara tentang karier Dee di dunia literasi, rasanya tidak mungkin kalau tidak membahas seri novel Supernova, yang terbit di tahun 2001. Ribuan eksemplar yang berhasil dijual dalam tempo singkat kemudian berlanjut menjadi rajutan sekuel yang ditutup di seri ke-6 sebagai pamungkasnya.

Tidak cukup puas dengan dunia tarik suara dan literasi, Dee pun merambah dunia film. Empat bukunya diadaptasi menjadi film yang membuahkan box office success, seperti RectoVerso, Filosofi Kopi, Perahu Kertas, dan tentunya Supernova.

Jadi gimana, sudah cukup terinspirasi belum untuk mengikuti jejak para perempuan hebat di atas?

Share:

Artikel Lainnya