“Good artists borrow, great artists steal.” —attributed to Pablo Picasso
Dari musik ke film ke sastra ke fashion ke lukisan – “mencuri” inspirasi sudah terjadi selama ribuan tahun. Entah itu disadari atau tidak. Beberapa terasa samar sehingga penikmatnya hanya merasa familiar, sementara yang lain secara instan bisa langsung dikenali.
Contohnya lagu “Ice Ice Baby” Vanilla Ice yang dituduh mencuri sample bassline dari lagu “Under Pressure” karya Queen. Kenapa “dituduh”? Karena Vanilla Ice tak mengakui penjiplakan tersebut dan menjelaskan ada perbedaan signifikan antara kedua bassline lagu dia dan Queen. Sementara contoh terkini ada lagu Lalisa “Like Jennie” yang beat inti terdengar mirip dengan lagu India yang dinyanyikan Alia Bhatt.Yang terakhir ini termasuk dalam kategori samar karena hanya terasa familier.
Tentu, soal pencurian inspirasi, entah itu dalam bentuk cerita, sample musik, gambar, tak bisa sembarangan karena memasuki pertengahan abad 20 regulasi terkait copyright (hak cipta) diperkuat. Sehingga bagi seniman yang kentara mencuri inspirasi, terutama dalam dunia musik, mereka mesti membayar copyright kepada seniman yang menciptakan karya pertama.
Sementara dalam dunia sastra, justru dalam buku panduan menulis klasik, The Elements of Style (1999) karya EB White dan William Strunk, menganjurkan penulis baru yang belum menemukan suara atau gaya mereka sendiri untuk mengikuti gaya penulis-penulis idola mereka. Tujuannya adalah untuk terus-menerus menulis hingga akhirnya bisa menyingkap gaya penulisan yang mereka rasa nyaman dan identik dengan kepribadian. “What makes it different than the others? YOU,” saran EB White lantang.
FYI, bahkan the Great Shakespeare konon kerap mencuri tema atau alur cerita dari penulis lain. Kenapa hingga kini ia tetap dikenal sepanjang masa? Karena ia memang pujangga berbakat yang mampu menciptakan suara yang otentik.
Foto: pablopicasso.org
Dalam dunia senirupa, regulasi copyright sulit diterapkan (apalagi dalam era Artificial Intelligence) karena seorang pelukis/pemahat terkadang hanya mengambil wujud, pulasan warna, objek, atau tema, yang kemudian mereka kombinasikan sesuai gaya personal masing-masing. Bahkan pelukis sebesar Pablo Picasso pun tak luput dari mencuri inspirasi. Pelopor gaya Cubism itu dinilai menjiplak gaya pelukis aliran Cubism, George Braque asal Prancis, yang pengaruhnya terpampang dalam salah satu lukisan Picasso yang paling dikenal, Les Demoiselles d’ Avignon (1907). Lucunya, gaya Braque sendiri terpengaruh oleh gaya pelukis Paul Cezanne yang pada awalnya memelopori aliran lukisan Modernisme.
The list goes on and on. Vincent Van Gogh memiliki hubungan simbiosis mutualisme dengan Paul Gauguin. Meski pada akhirnya creative partnership mereka retak namun jejak inspirasi masing-masing seniman tetap membekas dalam karya-karya lanjutan mereka: Van Gogh jadi sering melukis sesuatu yang ia comot dari pengalaman pribadi seperti Gauguin (yang menganut aliran Impressionism dan Symbolist), dan sebaliknya karya Gauguin jadi sarat dengan tema religius dan menggunakan warna-warna terang, terutama kuning, seperti gaya Van Gogh.
Lantas pertanyaannya, to steal is to honor? Jawabannya bisa disimpulkan dalam nada yang positif. Yang membedakan antara karya jiplak dan karya orisinal adalah kemurnian tujuan berkarya. Karya orisinal mungkin ada elemen “mencuri inspirasi” namun pada akhirnya yang membedakan adalah gaya otentik sang seniman yang menyatu dengan hasil karyanya.