Kontradiksi antara cara pandang kerap kontras terasa saat diabadikan dalam bentuk karya seni. Gaya ekspresi mungkin sama tapi detail pada karya menunjukkan makna yang berbeda-beda. Tema itulah yang jadi esensi pameran lukisan Sepilihan Karya dari Museum Macan yang diberi judul “Di Sini, dll”.
Dijelaskan judul yang janggal tersebut berasal dari bagian teks Proklamasi Kemerdekaan—“Hal-Hal yang Mengenai Pemindahan Kekuasaan dan Lain-Lain”—yang meninggalkan rasa ketidakpuasan. Momen bersejarah tersebut merupakan momen pengalihan kekuasaan yang tentu berdampak pada semangat nasionalisme rakyat Indonesia—dan semestinya terjadi pembahasan lebih lanjut yang lebih kompleks daripada hanya mengatakan “dan lain lain.”
Kenyataan vs. Ilusi
Pameran Museum Macan terbaru ini jelas sangat menarik bagi kamu pecinta seni sekaligus history buff yang tertarik menelusuri sejarah Indonesia di masa kolonial yang dikemas dalam karya lukisan landscape atau bentang alam. Di sini dipamerkan beberapa karya pelukis-pelukis legendaris yang hidup pada zaman tersebut dan melalui kacamata mereka kita bisa mengenali serta memahami cara pandang mereka.
Dikotomi yang paling kental terasa adalah antara Raden Saleh dan Walter Spies. Selintas info, Raden Saleh merupakan pelukis beraliran romantisme yang karyanya terkenal hingga Eropa. Kritik pada saat itu menganggap Raden Saleh sebagai bagian dari kalangan pribumi elit kolonial karena ia berasal dari keluarga ningrat dan bersekolah di Belanda.
Kritikan tersebut mungkin ada benarnya karena Raden Saleh jelas sangat terpengaruh oleh budaya barat, namun tema yang ia angkat ketika ia kembali ke Indonesia setelah 20 tahun merantau justru bisa dibilang sangat peka akan kondisi rakyat jelata di bawah penjajahan Hindia Belanda.
Dua lukisannya, Indies Landscape (1853) dan Javanese Mail Station (1876), dari kejauhan tampak indah namun bila diperhatikan saksama kamu akan melihat tentara Belanda menunggangi kuda sementara warga pribumi berjalan di belakangnya.
Lalu, bagaimana dengan Walter Spies? Meskipun menganut gaya romantisisme yang sama, pelukis Jerman kontroversial yang dianggap memengaruhi perkembangan seni lukis di Bali ini memberikan gambaran yang berbeda.
Lukisannya yang berjudul View Across the Sawahs to Gunung Agung (1939) justru menampilkan goresan lanskap dan penghuninya yang mistis, eksotis, dan sensual—cara pandang yang sebetulnya memang endemik di kalangan pelukis barat ketika mereka melukis tanah timur hingga saat ini.
Berbagi Pengalaman
Pameran “Di Sini, dll” bertujuan untuk mengelaborasi makna dan lain-lain dalam konteks kontradiksi pengalaman kolonial negara Indonesia. Kita disodorkan perwujudan identitas nasional yang berbeda dan diajukan pertanyaan, Apakah pengalaman kita tetap sama?
Museum Macan juga memamerkan sejumlah koleksi karya lukisan bertema sama dari pelukis-pelukis kawakan lainnya , seperti Affandi, Ahmad Sadali, Ay Tjoe Christine, Hendra Gunawan, I Gusti nyoman Lempad, Lee Man Fong, Miguel Covarrubias, Theo Meier, dan Alexander Sebastianus.
Pameran Sepilihan Karya “’Di sini, dll” telah dibuka dari 6 Juni dan akan berakhir pada 10 Oktober 2023 di Museum Macan.