Radio pernah menjadi salah satu media masa paling penting. Fungsinya pun beragam dari sekadar medium penyampaian informasi hingga sarana hiburan. Semasa Perang Dunia II, radio digunakan para armada laut untuk mengirimkan pesan telegraf dengan menggunakan kode morse antara kapal, hingga pencarian koordinat pesawat. Seiring berjalannya waktu, berbagai format kreatif kian bermunculan, termasuk program radio komersial yang mengadopsi konsep serupa.
Mari bernostalgia, ingatkah masa ketika Prambors—dulu masih dengan kata Rasisonia di belakangnya—tengah jaya-jayanya? Sumber lagu-lagu Top 40 hingga anti mainstream sekalipun yang memberikanmu inspirasi membuat mixtape untuk gebetan. Selain itu, ada program bernama Titip Salam yang memperbolehkan pendengar untuk menyampaikan salam terhadap orang terkasih mereka. Written jadi teringat akan masa mendengarkan siaran radio dan terlarut dalam topik yang dibawakan hingga terlelap.
Namun, kini tinggal segelintir orang yang masih mendengarkan radio di kala senggang. Terlebih dengan kemunculan berbagai podcast dan layanan streaming musik. Sepertinya radio hanya didengarkan di dalam mobil ketika tengah memerangi kemacetan. Lantas, apakah radio masih relevan ketika berbagai teknologi mutakhir begitu menguasai? Sepertinya hal ini sudah diantisipasi terlebih dahulu oleh para anggota United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO). Ide yang dicetuskan sebagai apresiasi dan upaya preservasi terhadap radio tersebut lalu disetujui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Kemudian, tanggal 13 Februari 2012 pun ditetapkan sebagai Hari Radio Sedunia.
Sebagai bagian dari peringatan Hari Radio Sedunia yang memasuki tahun ke-11, Written ingin mengajak kamu untuk memahami radio secara menyeluruh. Yuk, simak lebih lanjut!
Riwayat Radio
Mari bertolak ke masa lalu untuk mengetahui sejarah singkat mengenai radio. Radio pertama kali ditemukan pada tahun 1896 oleh Guglielmo Marconi. Penemuan ini dilatari oleh kebutuhan menggunakan telegraf nirkabel dengan dua sirkuit guna memudahkan proses pertukaran informasi. Kemudian dipatenkan oleh sang ilmuwan Italia di tahun 1897, temuan ini belum berwujud sepenuhnya seperti radio yang kita kenal sekarang. Seiring berjalannya waktu, teknologi ini pun berevolusi setelah dikembangkan oleh John Ambrose Fleming pada tahun 1904. Ahli mesin asal Inggris ini mengintegrasikan peranti tersebut pada tabung audio yang berfungsi sebagai penerima sinyal.
Dua tahun setelahnya, Dr. Lee de Forest mengoptimalkan kinerja sang peranti dengan menyatukan tiga komponen berbeda yang bernama triode audion. Menariknya, meski Guglielmo dikenal sebagai penemu peranti nan esensial tersebut, Dr. Lee kah yang dijuluki sebagai “The Father of Radio” berkat perkembangan pesat yang digawanginya. Meski begitu, radio dengan frekuensi Amplitudo Magnifier (AM) ini belum bisa dibilang sempurna kendati lemahnya sinyal yang ditangkap.
Bisa dibilang, tahun 1912 menandai tonggak pencapaian yang penting dalam konsepsi radio. Adalah Edwin Howard Armstrong, ahli mesin elektrik asal Amerika Serikat yang berhasil menciptakan radio amplifier. Dengan kemampuan menangkap dan mengirim sinyal balik dari transmisi radio, alat ini memungkinkan performa suara yang dikeluarkan untuk menjadi lebih nyaring. Edwin turut berjasa menemukan format FM (Frequency Modulation) untuk melancarkan transmisi sinyal sehingga suara yang dikeluarkan dan ditangkap dapat didengar dengan jelas.
Menariknya, ide ini tidak diterima dengan baik oleh publik kendati ketidakstabilan ekonomi yang terjadi di masa itu. Gigih berjuang, Edwin pun mendirikan stasiun radio FM pertama dengan merogoh kocek sendiri pada tahun 1940. Setelah akhirnya mendapatkan respon positif pada tahun 1960-an, radio berhasil mendapatkan tempat di hati masyarakat dan memantik antusiasme tinggi dengan kemunculan beribu-ribu stasiun di seluruh dunia sejak konsepsi awalnya.
Jenis-Jenis Radio
Meski memiliki faedah penggunaan serupa—yaitu untuk penyampaian informasi melalui medium suara—radio memiliki sejumlah jenis berbeda yang dibedakan dari format modulasi dan transmisinya. Yuk, kita telaah satu persatu.
1. Radio AM (Amplitude Modulation)
Sesuai namanya, format ini bekerja dengan memodulasikan dua gelombang dengan amplitudo konstan, yaitu radio dan audio. Kendati hanya digunakan untuk menyampaikan pesan telegram secara nirkabel, kualitas suara dan penangkapan sinyal yang dihasilkan pun masih belum optimal. Proses transmisi suara pun terhitung lama, sehingga frekuensi ini amat jarang digunakan oleh radio-radio komersil. Pada tahun 1920, terbentuklah stasiun radio komersil berfrekuensi AM pertama di dunia yang bernama KDKA. Kemudian sejumlah stasiun radio termashyur lainnya mulai bermunculan, seperti NBC (National Broadcasting Radio) di tahun 1926 dan CBS (Columbia Broadcast System) di tahun 1928. Menilik dari konteks nasional, berikut adalah beberapa stasiun komersil Radio AM di Indonesia: Radio Safari (1134 AM), RRI Jakarta (999 AM), dan Radio Benda Baru RBB (954 AM).
2. Radio FM (Frequency Modulation)
Radio FM merupakan jenis radio yang terdapat bekerja dengan cara mengubah frekuensi gelombang radio untuk mengikuti gelombang penghantar suara. Seperti disebutkan sebelumnya, Radio FM hadir sebagai penyempurna Radio AM. Tepatnya dari segi penangkapan sinyal dan suara yang dikeluarkan. Semenjak meraup popularitas tinggi di tahun 1960, hampir seluruh radio komersil pun mengadopsi sistem ini. Berikut adalah beberapa stasiun komersil Radio FM di Indonesia: Hard Rock FM Jakarta (87,6 FM), RRI Jakarta Pro 1 (91,2 FM), Kis FM (95,1 FM), Cosmopolitan FM (90,4 FM), Prambors FM (102,2 FM).
3. Radio Satelit
Radio pun terus bertransformasi sehingga menjelma ke format-format lainnya. Salah satunya adalah Radio Satelit yang beroperasi menggunakan sinyal digital. Berbeda dengan sinyal radio AM dan FM yang bersifat analog, keistimewaan format ini adalah luasnya jangkauan yang diraih dengan menggunakan satelit. Meski begitu, radio satelit turut memiliki kekurangan, yaitu sinyal yang sulit ditemukan karena terhalang gedung tinggi. Radio satelit juga tak lazim digunakan karena harga perangkat yang masih terbilang mahal dan perlu menggunakan sistem berlangganan untuk mengaktifkannya.
4. Radio HD (Berfrekuensi Tinggi)
Berikutnya terdapat radio berdefinisi tinggi yang bekerja dengan memadukan radio analog dan digital. Format ini memungkinkan stasiun digital dan analog untuk berbagi frekuensi serupa dalam waktu bersamaan sehingga efisiensi dari siaran radio berkat kualitas mumpuninya. Meski tidak berbayar seperti radio satelit, sistem ini tetap membutuhkan perangkat khusus untuk menerima sinyal digital yang kelak akan ditransmisikan.
Sekian seluk beluk menyeluruh tentang radio. Bagaimana, akankah kamu berpaling sejenak dari podcast favoritmu untuk mendengarkan radio untuk memperingati Hari Radio Sedunia? Dengan bahan diskusi yang Written kasih, dijamin kamu akan menjadi orang terfasih dalam pembahasan tentang radio di lingkunganmu!