Siapa yang tidak kenal dengan board game ini. Papan penuh garis-garis zig-zag, ilustrasi ular dan tangga yang saling berkelindan. Namun di balik desainnya yang sederhana ini, sadarkah kamu kalau desain ular tangga sering jadi inspirasi dalam seni, fashion, dan arsitektur?
Runway Paris Fashion Week
Contoh paling baru itu di Paris, tepatnya di halaman Centre Pompidou. Snake and Ladders muncul sebagai desain runway untuk show Louis Vuitton Spring/Summer 2026 di hari pertama Paris Fashion Week. Di atas “papan” kolosal bernuansa bumi tersebut setiap model dan tamu “bermain” di antara lima ular bernuansa fluorescent selama beberapa jam.
Desain set ini merupakan karya dari Bijoy Jain dari Studio Mumbai. Untuk Bijoy dan Pharell, dinamika permainan ular tangga ini merepresentasikan ketidakpastian dalam hidup. Untuk si pengamat fashion, pasti sadar kalau kotak-kotak berangka hari itu juga merupakan representasi dari motif khas Louis Vuitton, Damier check.
Sejauh Mata Memandang
Dari Indonesia sendiri ada koleksi “Ular-Tangga” – Ramayana dari Sejauh Mata Memandang. Ada scarf dan outer serbaguna yang dibuat dengan teknik sablon tangan. Mengapa ada Ramayana? Karena desain karya Chitra Subyakto ini terinspirasi dari kisah Ramayana dengan sentuhan gaya lukis Kamasan Bali.
Asal Usul dan Filosofi Ular Tangga
Berasal dari India kuno dengan nama asli Moksha Patam dengan filosofi Hindu seputar karma. Dalam versi yang mengarah ke religi juga banyak namanya. Ada Gyan Chaupar untuk Jainisme, hingga Vaikunthapali untuk suku Telugu. Tak tertinggal, dalam Islam juga ada. Seperti Shatranj Al-’Urafa untuk kaum Muslim yang menggambarkan keinginan untuk meninggalkan keterikatan kehidupan duniawi demi mencapai kesatuan dengan Tuhan.
Awalnya, permainan ini diciptakan sebagai tool mengajarkan moral dan spiritual. Baik dan buruk. Birth and death. Kalau di desain orisinalnya ada simbol-simbol yang digunakan di India kuno. Di bagian atas ada simbol Tuhan, malaikat, dan makhluk mulia lainnya. Sedangkan di bagian bawah dipenuhi dengan visual hewan, bunga, dan manusia.
Setiap tangga melambangkan kebajikan, seperti kemurahan hati, iman, dan kerendahan hati. Sedangkan ular merepresentasikan keburukan, seperti nafsu, kemarahan, ketamakan, pencurian, sampai pembunuhan.
Seperti yang dikatakan oleh Pharell selaku Creative Director Menswear Louis Vuitton, desain papan ular tangga yang penuh warna dan elemen grafis itu lebih dari sekadar visual dekoratif. Melainkan simbol perjalanan hidup manusia yang berlika-liku.
Snake and Ladders
Di United Kingdom namanya Snake and Ladders. Versi ini muncul di tahun 1892. Demi menyetarakan dengan ajaran era Victorian, versi “baru” ini diperkenalkan di sana. Konon, dalam versi Inggris, desain board ini lebih ‘forgiving’ dibandingkan dengan versi ancient Indian. Di Inggris, banyaknya ular dan tangga dalam satu board memiliki jumlah yang seimbang. Sedangkan versi India memiliki lebih banyak ular.
Chutes and Ladders
Di Amerika Serikat (AS), produsen board game bernama Milton Bradley, memperkenalkan game ini dengan Chutes and Ladders di tahun 1940-an. Seperti namanya, ular diganti dengan perosotan. Idenya masih sama. Di tangga, terlihat ada anak kecil yang tampak sumringah sambil menikmati reward, sedangkan yang turun perosotan tidak terlalu senang karena sedang berbuat nakal. Demi menarik perhatian anak-anak, latar belakang papan Chutes and Ladders dibuat menjadi taman bermain. Versi AS ini memakan spinner, bukan dadu. Jadi tidak ada yang “mati”.
Milton Bradley, yang diakuisisi oleh Hasbro di tahun 1984, juga mengeluarkan beberapa Chutes and Ladders versi yang lebih child-friendly. Seperti Sesame Street, yang karakternya penuh warna dan tidak menyeramkan.
Ular Tangga Dalam Desain
Tren dan interpretasi berlaku di mana saja, atas panggung runway sampai dapur rumah tangga. Seperti yang dilakukan oleh Chitra dan Pharell dalam imajinasi mereka, dan ditumpahkan dalam labelnya.
Desain juga demikian. Banyak sekali rupanya. Seperti desain Maya Kerthayasa yang dijadikan sarung bantal. Tetap hidup dalam fungsinya sebagai sebuah permainan, desain Maya yang dikawinkan dengan mitologi Bali ini dilengkapi dengan 2 dadu kayu dan 4 pion kayu.
Bermain dengan media juga bisa. Seperti kolaborasi antara Threads of Life dan Toko Elami (Maya). Biasanya muncul di atas kertas karton atau papan, kali ini permainan ular tangga di-screen print di atas kain katun. Ada juga yang mengawinkan ikon ikonis dalam desain ular tangga ini. Seperti karya S.O.K Design di kafe Kopi SeIndonesia di Kelapa Gading yang sayangnya sudah tidak lagi beroperasi.
Ular Tangga mengingatkan kalau setiap langkah yang kamu ambil, dalam hidup dan juga dalam permainan ini, ada konsekuensinya sendiri. Mau itu baik atau buruk. Makanya ada ada pepatah yang sering diucapkan kalau kamu sedang mengalami setback, “Back to square one.” Jadi, lebih dari berguna untuk kesehatan mental, seni dan desain juga mengajarkan kamu filosofi dalam hidup.